Sabtu, 28 Februari 2015

Ramai yang sepi, Sepi yang ramai.

Pengantar

Pernahkan njennengan merasa kesepian? Kalau iya, niscaya njennengan akan mencari keramaian. Bisa jadi pergi ke kontrakan/kos teman dan kemudian mengajaknya nongkrong entah di café yang kelasnya melati sampai yang berbintang. Entah apapun itu segala aktifitas yang sekiranya dapat mengusir rasa kesepian njennengan. Yang jadi pertanyaannya kemudian apakah dengan njennengan pergi ke pusat keramaian, lantas apakah rasa sepi njennengan bisa hilang? Atau malah dalam keramaian tersebut njennengan masih merasa sepi, seperti lagunya Dewa 19 judulnya kosong (di dalam keramaian aku masih merasa sepi, sendiri memikirkan kamu)?. Monggo dijawab dengan jawaban njennengan masing-masing. Tapi disini saya mencoba mendiskripsikan apa yang dirasakan oleh njennengan yang masih merasakan sepi dalam ramai, melalui prespektif saya pribadi tentunya.
Apakah dalam keramaian selalu ramai?

Apa yang njennengan pikirkan jika membayangkan kata “keramaian” ? Mungkin yang terlintas dalam pikiran njennengan adalah suasana dimana banyak orang yang tertawa, ngobrol, ngerumpi, ngegosip, atau ada hiburan, hajatan atau apalah. Iya itu semua memang benar dan wajar. Namun keramaian bukan soal itu melulu. Akan tetapi, pada dasarnya keramaian bagi para penyepi bukanlah suatu keramaian yang benar-benar ramai. Ketika orang-orang kesepian (semacam saya) berkumpul di pusat-pusat keramaian, yang terjadi bukanlah keramaian, akan tetapi yang terjadi adalah kumpulan orang-orang kesepian yang ramai dengan membawa sepinya masing-masing. Saat itulah ramai yang sepi mengada. Padahal jika para penyepi tadi lebih menikmati kesendiriannya lebih dalam maka akan timbul hakikat keramaian lain, yakni keramaian dalam diri. Apa sih yang dimaksud dengan keramaian dalam diri? Pernahkan njennengan dalam kesendiriannya hanyut dalam lamunan, angan, bayang-bayang, ilusi, halusinasi dan konco koncone? Nah itulah yang saya maksud keramaian dalam diri. Dalam sepi njennengan sebenarnya sudah ramai, iya ramai dengan lamunan, angan, bayang-bayang, ilusi, dan halusinasi. Gimana bingung kan? sama saya juga bingung. Oleh karena itu kalau boleh meminjam apa yang dikatakan Candra Malik (2014) bahwa “yang dibutuhkan oleh orang yang kesepian adalah pengertian, bukan keramaian. Ia merasa sepi sejak merasa tak dimengerti”. Bisa tak dimengerti oleh kisah cintanya, atmosfer tempat tinggalnya, lingkungannya, teman-temannya, dan suatu keadaan lain yang membebaninya. Sehingga ia mencari pelarian yang sekiranya bisa membuat ia merasa termengertikan.


Sepinya para pecinta

Dalam sepinya para pecinta pasti bersemayam kegelisahan. Kegelisahan itulah yang kemudian melahirkan rindu. Apalagi buat mereka yang LDR bisa gelisah ingin secepatnya berjumpa, yang  SDR bisa juga gelisah karena jika chatnya dibalesnya lama jadi ngambek, yang jomblo gelisah karena meratapi nasibnya, gegara sudah kuliah tapi belum nyicip yang namanya pacaran. Duh dek, setiap diri sudah barang tentu punya kegelisahannya masing-masing. Berawal dari sepi yang gelisah itulah maka muncullah tulisan ini. Bagi kita makhluk pencinta ciptaan sang maha cinta yang pernah bercinta mungkin pernah kenal dengan rindu. Kerinduan bisa jadi muncul karena berpisahnya kedua insan yang di mabuk asmara. Bisa dipisahkan oleh jarak,waktu ataupun nasib. Sering kita mendengar frasa-frasa awal dari perpisahan adalah perj umpaan. Tak ada perpisahan yang mendahului perjumpaan. Tak ada yang salah memangdengan frasa tadi. Lebih ekstrem lagi Candra Malik (2014) bilang “kalau perjumpaan adalah perpisahan, karena setiap berjumpa dengan yang kau cinta. Setiap itulah kau musnah. Yang ada hanyalah kekasihmu. Kau berpisah dan terpisah dengan dirimu sendiri- yang ada hanya dia, tok. Kenapa? Karena kau akan fokus untuk melayani yang kau cinta, kau berpisah dengan egomu. Dan akan kembali bertemu dengan ego mu setelah selesai urusanmu dan berpisah dengan yang kau cinta”. Semenjak itulah kau akan berpisah dengan cinta dan bertemu serta bergumul kembali dengan rindu.  Berbicara masalah cinta memang tak bisa dipisahkan dengan rindu. Tak ada pencinta yang tak rindu, begitupun sebaliknya. Tak ada cinta yang rapi, rindu membuatnya berantakan lagi. Seperti tulisan ini yang berantakan. Padahal diatas lagi ngomongin ramai dan sepi eh malah nulisin cinta dan rindu. Padahal masih banyak yang akan aku tuliskan. Tapi aku lagi tak punya waktu. Segalanya telah dihabisi rindu. Segalanya seketika menjadi buntu, ketika cinta mengalami rindu. Begitulah rindu, ia adalah alarm paling menyakitkan, berdering tak kenal waktu dan tak bisa dimatikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar