Pengantar
Pernahkan
njennengan merasa kesepian? Kalau iya,
niscaya njennengan akan mencari
keramaian. Bisa jadi pergi ke kontrakan/kos teman dan kemudian mengajaknya
nongkrong entah di café yang kelasnya melati sampai yang berbintang. Entah apapun
itu segala aktifitas yang sekiranya dapat mengusir rasa kesepian njennengan. Yang
jadi pertanyaannya kemudian apakah dengan njennengan
pergi ke pusat keramaian, lantas apakah rasa sepi njennengan bisa hilang? Atau malah dalam keramaian tersebut njennengan masih merasa sepi, seperti
lagunya Dewa 19 judulnya kosong (di dalam
keramaian aku masih merasa sepi, sendiri memikirkan kamu)?. Monggo dijawab
dengan jawaban njennengan
masing-masing. Tapi disini saya mencoba mendiskripsikan apa yang dirasakan oleh
njennengan yang masih merasakan sepi
dalam ramai, melalui prespektif saya pribadi tentunya.
Apakah dalam keramaian selalu
ramai?
Apa
yang njennengan pikirkan jika membayangkan kata “keramaian” ? Mungkin yang
terlintas dalam pikiran njennengan
adalah suasana dimana banyak orang yang tertawa, ngobrol, ngerumpi, ngegosip,
atau ada hiburan, hajatan atau apalah. Iya itu semua memang benar dan wajar. Namun
keramaian bukan soal itu melulu. Akan tetapi, pada dasarnya keramaian bagi para
penyepi bukanlah suatu keramaian yang benar-benar ramai. Ketika orang-orang
kesepian (semacam saya) berkumpul di
pusat-pusat keramaian, yang terjadi bukanlah keramaian, akan tetapi yang
terjadi adalah kumpulan orang-orang kesepian yang ramai dengan membawa sepinya
masing-masing. Saat itulah ramai yang sepi mengada. Padahal jika para penyepi
tadi lebih menikmati kesendiriannya lebih dalam maka akan timbul hakikat
keramaian lain, yakni keramaian dalam diri. Apa sih yang dimaksud dengan
keramaian dalam diri? Pernahkan njennengan dalam kesendiriannya hanyut dalam
lamunan, angan, bayang-bayang, ilusi, halusinasi dan konco koncone? Nah itulah
yang saya maksud keramaian dalam diri. Dalam sepi njennengan sebenarnya sudah ramai,
iya ramai dengan lamunan, angan, bayang-bayang, ilusi, dan halusinasi. Gimana bingung
kan? sama saya juga bingung. Oleh karena itu kalau boleh meminjam apa yang
dikatakan Candra Malik (2014) bahwa “yang
dibutuhkan oleh orang yang kesepian adalah pengertian, bukan keramaian. Ia merasa
sepi sejak merasa tak dimengerti”. Bisa tak dimengerti oleh kisah cintanya,
atmosfer tempat tinggalnya, lingkungannya, teman-temannya, dan suatu keadaan lain
yang membebaninya. Sehingga ia mencari pelarian yang sekiranya bisa membuat ia
merasa termengertikan.
Sepinya para pecinta
Dalam
sepinya para pecinta pasti bersemayam kegelisahan. Kegelisahan itulah yang
kemudian melahirkan rindu. Apalagi buat mereka yang LDR bisa gelisah ingin secepatnya
berjumpa, yang SDR bisa juga gelisah
karena jika chatnya dibalesnya lama jadi ngambek, yang jomblo gelisah karena
meratapi nasibnya, gegara sudah kuliah tapi belum nyicip yang namanya pacaran. Duh
dek, setiap diri sudah barang tentu punya kegelisahannya masing-masing. Berawal
dari sepi yang gelisah itulah maka muncullah tulisan ini. Bagi kita makhluk
pencinta ciptaan sang maha cinta yang pernah bercinta mungkin pernah kenal
dengan rindu. Kerinduan bisa jadi muncul karena berpisahnya kedua insan yang di
mabuk asmara. Bisa dipisahkan oleh jarak,waktu ataupun nasib. Sering kita
mendengar frasa-frasa awal dari
perpisahan adalah perj umpaan. Tak ada perpisahan yang mendahului perjumpaan. Tak
ada yang salah memangdengan frasa tadi.
Lebih ekstrem lagi Candra Malik (2014) bilang “kalau perjumpaan adalah perpisahan, karena setiap berjumpa dengan yang
kau cinta. Setiap itulah kau musnah. Yang ada hanyalah kekasihmu. Kau berpisah
dan terpisah dengan dirimu sendiri- yang ada hanya dia, tok. Kenapa? Karena kau
akan fokus untuk melayani yang kau cinta, kau berpisah dengan egomu. Dan akan
kembali bertemu dengan ego mu setelah selesai urusanmu dan berpisah dengan yang
kau cinta”. Semenjak itulah kau akan berpisah dengan cinta dan bertemu
serta bergumul kembali dengan rindu. Berbicara
masalah cinta memang tak bisa dipisahkan dengan rindu. Tak ada pencinta yang
tak rindu, begitupun sebaliknya. Tak ada cinta yang rapi, rindu membuatnya
berantakan lagi. Seperti tulisan ini yang berantakan. Padahal diatas lagi ngomongin ramai dan sepi eh malah
nulisin cinta dan rindu. Padahal masih banyak yang akan aku tuliskan. Tapi aku
lagi tak punya waktu. Segalanya telah dihabisi rindu. Segalanya seketika
menjadi buntu, ketika cinta mengalami rindu. Begitulah rindu, ia adalah alarm
paling menyakitkan, berdering tak kenal waktu dan tak bisa dimatikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar